28 Februari 2013

Prahara Partai Demokrat dan Analogi Sepakbola

Jakarta - Himajan Unas

Barusan saya di tanya oleh salah seorang rekan menyangkut pemikiran saya tentang konflik politik yang terjadi didalam Partai Demokrat akhir-akhir ini. Saya berkilah, bahwa saya hanya seorang mahasiswa FISIP dan pula manusia yang doyan nonton bola. Dalam pemikiran guyon saya, meminta pendapat tentang partai Demokrat kepada orang yang terlalu banyak menonton Liga Inggris itu sedikit keliru. Karena yang ada didalam pikiran seorang pecandu Liga Inggris seperti saya hanya adegan-adegan mengggelitik dan menghibur seperti ekspresi Sir Alex saat gagal juara musim lalu. Cukup itu, saya sudah bisa tertawa puas. Tapi, demi memenuhi rasa penasaran rekan saya dengan sikap saya terhadap nasib Partai Demokrat, maka saya akan coba paparkan opini saya dalam tulisan ini. 

Saya memang tertarik dengan segala konflik, baik konflik di lapangan hijau maupun konflik di dunia politik – tapi jangan pernah bertanya kepada saya tentang konflik dalam dunia pertemanan – saya bukan konsultan psikologis anda. Dalam pandangan sederhana, saya mencoba menganalogikan Partai Demokrat sebagai sebuah klub sepakbola besar, kuat, mapan, professional, super dan jeger, tetapi para pemainnya terlalu sering melakukan blunder. Coba hitung sudah berapa kali ucapan-ucapan dari salah satu pemain kuncinya  yang berinisial ‘MA’, vice-captain di ‘Klub Demokrat’ ini. Pada akhirnya, beliaulah yang mendapat ‘hadiah’
dari para ‘jutaan wasit’ berupa kecaman publik. Atau coba ingat kembali mengenai tingkah laku dari ‘RS’, salah seorang pemain klub Demokrat, yang bagai memakan buah simalakama, akhirnya Ia tidak diterima lagi kehadirannya oleh para pemain lain. Kasihan. Tapi sesungguhnya blunder terbesar yg dilakukan partai ini adalah saat mereka berpikir bahwa para petingginya akan selalu kompak bak Xavi, Iniesta, dan Messi. Ketika ‘AU’ ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, banyak kawan-kawan dan pula para lawan di partainya seperti mendapat umpan matang dari gelandang sekelas David Beckham, Ryan Giggs, atau Eden Hazard. Mereka begitu enjoy, begitu bahagia, karena hanya dengan sedikit sentuhan bola saja, maka berhasil menjebol gawang Klub Demokrat yang dijaga oleh ‘AU’. Karena tak mampu menjaga gawang dengan baik, maka mundurlah Ia dari kedudukannya. Sikap ksatria, kata mereka. Tapi bukan berarti setelah ‘AU’ mengundurkan diri dari jabatannya maka konflik di partai demokrat akan hilang dan selesai. Coba perhatikan petikan pidato pengunduran dirinya; ‘’….ini baru halaman pertama...’’ dan kita bisa menarik kesimpulan sederhana bahwa watak beliau ini persis dengan kawan lamanya yang lebih dulu menjadi pesakitan dan ditendang dari klub: ‘N'. Mereka adalah barisan sakit hati klub, dan tidak akan mau sendirian masuk ke jurang. Kita semua tahu bahwa pernyataan ‘AU’ ini menunjukan bahwa dia masih memiliki amunisi penuh untuk melawan, wong menurutnya baru halaman pertama kok Saya yakin setelah ‘AU’ masih ada lagi petinggi klub pemenang ‘Liga 5 Tahunan’ ini yang akan terseret arus yang diciptakan ‘N’. Sekedar menambah guyon dalam pemikiran saya, para petinggi klub yang sudah terseret arus ‘AU’ ini, memiliki ciri khas nama depan dengan huruf vokal. Mungkin – dalam benak saya – tidak tertutup kemungkinan akan muncul nama (lagi) nama yang akan ikut meramaikan kasus ini. Mungkin juga, yang terseret masih mereka-mereka yang namanya berawalan huruf vokal. Bisa a, i, u, e, atau o. Ah, tapi saya malas berandai-andai. Cuma mengganggu kenikmatan saya menonton bola saja kalau demikian. Biar saja rekan saya atau siapapun yang punya banyak waktu untuk berandai-andai, silakan pikirkan siapa nama yang akan kemudian muncul. Satu hal yang menarik untuk dilihat adalah seperti apa klub Demokrat di ‘Liga 5 Tahnan’ pada 2014 nanti, apakah akan mengulang momen mengangkat trofi juara pada tahun 2009, atau justru mengalami musim yang buruk dan tercecer ke papan tengah klasemen seperti Liverpool? Atau bahkan terbuang di papan bawah seperti Queens Park Rangers? Kita lihat saja nanti. Tahun 2014 masih terlalu menarik untuk ditunggu. 

Tulisan opini oleh: Abdu Rizal Syam | @rizArt_ | AN-10-020