08 Mei 2013

Kualitas Versus Popularitas

Tinggal menghitung beberapa bulan lagi menuju tahun 2014, tahun yang disebut-sebut sebagai tahunnya politik dan pestanya demokrasi, tahun dimana bangsa Indonesia bersiap menentukan arah dan masa depan bangsa untuk kurun waktu 5 tahun kedepan dengan memilih kepala Negara (presiden dan wakil presiden) serta para pemangku jabatan legislatif yang berkedudukan di DPR. Semua bersiap untuk menyambut tahun tersebut, terutama yang paling berkepentingan pada hal tersebut ialah parpol/partai politik, organisasi yang menjadi tempat atau wadah aspirasi rakyat. 

Beberapa parpol pun mulai berbenah diri dengan slogan-slogan mereka yaitu tentang konsolidasi partai atau koordinasi partai, semua itu guna meraih kemenangan pada pemilu 2014, selain itu parpol juga harus menciptakan atau kata lebih tepatnya mencetak kader-kader yang berkualitas, kader-kader tersebut nantinya akan dicalonkan oleh parpol tersebut untuk mengikuti pemilu 2014 guna menduduki kursi legislatif, tetapi pada saat ini banyak parpol yang seharusnya mencetak kader-kader mereka malah mengambil jalan pintas yaitu dengan menggaet atau merekrut artis-artis yang diproyeksikan untuk calon legislatif di pemilu tahun 2014, mereka mengira dengan menggaet artis untuk jadi caleg,akan mendongkrak perolehan suara parpol tersebut. 

Parpol-parpol tersebut bukanlah tanpa alasan melakukan cara itu, karena di Negara tercinta kita ini aspek elektabilitas sangatlah penting, kebanyakan rakyat kita memilih caleg bukanlah berdasarkan kualitas si caleg tersebut melainkan apakah caleg tersebut sudah familiarkah di mata mereka. Dengan alasan itulah banyak parpol menggandeng artis ibukota untuk jadi caleg, meskipun kedengarannya memang cara yang kurang baik, tapi cara instan itu sah-sah saja jika melihat paham 

Negara kita yaitu demokrasi, apakah lebih baik jika caleg-caleg yang dicalonkan itu seharusnya berasal dari kader-kader partai yang sudah dipersiapkan. Kader yang berkualitas secara utuh didalam politik, bukannya mengandalkan popularitas semata, dengan kata lain parpol telah menghianati kader-kader mereka dengan menggandeng caleg artis, inikah indikasi bahwa parpol sudah tidak mampu mencetak kader-kader yang berkualitas sehingga mereka memilih jalan alternative, apakah ini demokrasi yang kita inginkan, lebih mengutamakan kuantitas bukannya kualitas? 

Apa jadinya jika pada tahun 2014 nanti bangsa kita dipimpin oleh artis yang tiba-tiba yang disulap jadi politikus karbitan. Mungkin ini bagian dari proses demokrasi yang seutuhnya, mengingat demokrasi kita baru berjalan kurang lebih 15, bangsa kita masih dalam tahap belajar untuk memahaminya. Tapi, pertanyaannya apakah bangsa kita mau belajar berdemokrasi yang seutuhnya?

(Asta Purbagustia, Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara UNAS Angkatan 2010)