08 Mei 2013

Informasi dan Kepentingan


‘’Kalau ingin menguasai dunia, anda harus menguasai media.’’, Quote seseorang yang saya lupa namanya ini bagai omongan Kim Jong-un yang susah untuk ditolak, karna di tengah dunia yang semakin tua ini, informasi begitu penting, semua orang seperti zombie yang haus akan darah (informasi).

Bayangkan jika anda menguasai 80% media di suatu Negara. Dengan kekuatan media yang anda miliki, dengan bebas bisa memilih informasi apa yang perlu atau tidak perlu disebarkan. Bahkan, anda bisa membuat informasi sendiri. Itu melanggar UU pers? Who’s care?, Anda bisa membuat berita seolah-olah anda adalah pahlawan yang harus dibela. Atau anda mempunyai kepentingan politik? Hanya dengan durasi 1-2 menit anda bisa terlihat bak Imam Mahdi yang siap menyelamatkan umatnya dari gangguan orang kafir.

Paragraph yang terdengar seperti sebuah iklan di atas adalah bentuk promosi jika memiliki media. Di Italia, ada satu sosok yang bisa dibilang rajanya media di Negara yang kaya akan sejarah fasisme itu, sosok itu bernama Silvio Berlusconi, bagi pecinta sepakbola nama itu pasti tidak asing lagi, karna selain memiliki banyak media dia juga memiliki klub bola papan atas, AC Milan. Pria dengan kelainan seks itu memiliki perusahaan media bernama Mediasat, perusahaan itu memiliki tiga stasiun televisi nasional yang ditonton lebih dari 50% penduduk Italia, selain tiga media televisi dia juga memiliki dua media cetak yang sangat besar, yaitu Koran il Giornale dan majalah berita Panorama. Dengan kerajaan media sebesar itu apa yang di dapat Silvio Berlusconi? Selain laba (tentunya), Berlusconi berhasil menduduki jabatan perdana menteri Italia sebanyak tiga kali dan tercatat sebagai perdana menteri terlama dalam sejarah Republik Italia. Itulah yang didapat si Raja Media di Italia. Kekuasaan yang lebih besar.

Sebenarnya tak perlu jauh-jauh jika ingin melihat para pemilik media informasi menggunakan kapasitasnya ke bidang politik, di Negara kita tercinta ini sebelum merdeka sudah tertulis tentang peran pemilik media dan kepentingan politik. Di era Kolonial ada Cokroaminoto yang menggunakan surat kabar Oetoesan Hinda untuk kepentingan perlawanan terhadap Belanda, atau surat kabar Jong Sumatra yang digunakan oleh Hatta dkk selain untuk perlawanan juga untuk menunjukan eksistensi anak-anak muda Sumatra itu. Kemudian di era orde lama, di zaman itu ada surat kabar Harian Rakyat yang digunakan Partai Komunis Indonesia dalam hal kepentingan partai dan ideologinya. Zaman Soeharto, Media digunakan untuk menyebarkan berita yang menguntukan bagi kelangsungan pemerintahan waktu itu. 

Kembali ke era sekarang, era setelah reformasi, zaman yang sangat meng-agung-agung-kan ‘freedom of speech’. Orang yang menenggelamkam puluhan desa bisa dengan pongah-nya mencalonkan diri sebagai Presiden. Bermodalkan media yang dia miliki, ia bisa muncul tiap hari dengan omongan-omongan busuknya. Ada juga pemilik media yang lompat-lompat partai seenaknya (kesannya seperti menjual ideologi), ada yang kasusnya tidak sampai akhir, ada yang sibuk pencitraan dengan segala tingkah laku yang melanggar aturan (ironisnya banyak orang yang kagum). Beberapa waktu lalu, pernah ada tuntutan revisi undang-undang penyiaran tentang kepemilikan media masa, dan saya setuju dengan usulan tersebut dengan alasan bahwa informasi adalah hak mutlak masyarakat, apa jadinya jika hak –hak itu di monopoli oleh para penguasa?, yang terjadi adalah opini-opini yang bisa dibentuk, dan pembentukan opini itu berakibat pada sektor kebijakan publik. Silahkan anda tanggapi sendiri seberapa penting kebijakan publik.

Perbedaannya, dulu Cokroaminoto, Hatta, dkk mengguakan media untuk kepentingan bangsa, sekarang mereka menggunakan media untuk kepentingan pribadi. Maka dengan itu, untuk saat ini rasa sinis saya terhadap media masa bisa dibilang tinggi, anda boleh sebut saya orang yang naif, tapi saya hanya realistis dan enggan dibodohi oleh para bandit kapitalis. 

(Abdu Rizal Syam, Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara UNAS Angkatan 2010)